Modernisme Post Metafora:

2 Malam yang menakjubkan sewaktu kita berdua menakluk gemuruh dan bersimpuh didalam peluk dingin malam malam gemilang bercahaya berbayang hanya dua tubuh yang bersatu.

Bunyi bunyi yang mengasyikkan, yang menolak naik segala keinginan untuk terus begitu sehingga kita lemas didalam keringat mencapai kemuncak yang teragung sebelum semuanya terletus.

Bisikan bisikan yang mengkhayalkan menyusup ghairah keurat urat tersembunyi membiar jari jari menari diatas lekuk lekuk indah disebalik senyum dan tawa yang hanya menambah keinginan.

Kesabaran demi kesabaran menanti untuk melepaskan segala galanya kedalam segalanya membenih bukti kasih cinta kita yang luhur dan makmur, bukti bersatunya cahaya.

Membenam segala kasih menahan segala disusul bunyi bunyi ombak yang mungkin kuat dan mungkin perlahan dan semakin perlahan, mengikut rentak jutaan irama nyanyian kita.

Kemuncak. Dan ia terletus. Nafas nafas lelah menari mencari ruang untuk mencelah didalam samar samar keletihan dan kepenatan disulam kepuasan didalam kenikmatan 2 malam itu.

Aku hanya mampu tersenyum sendirian.